MUKADDIMAH
Islam adalah agama yang diyakini sebagai agama
yang sesuai dengan fitrah dan kecenderungan manusia (QS. Ar-Rum: 30) dan
juga agama yang mengedepankan kemudahan.
Banyak petunjuk dan praktek Rasulullah SAW yang menunjukkan bagaimana beliau sangat
memperhatikan dan menganjurkan kemudahan beragama (QS Al-Baqarah:185 & QS
Al-Hajj:78). Itu semua disebabkan ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad
SAW tidak bertujuan kecuali membawa rahmat untuk sekalian alam (QS
al-Anbiya:107)
Akan tetapi rahmat dan kemudahan seringkali tidak
dirasakan bahkan boleh jadi ditutupi atau tertutupi oleh kaum muslimin sendiri
akibat pemahaman dan penerapan mereka yang tidak tepat terhadap ajaran Islam,
sebagaimana dinyatakan Syekh Muhammad Abduh:
اَلاِسْلاَمُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ artinya: “(Pesona ajaran) Islam
tertutupi oleh kaum muslimin”. Hal ini hendaknya menjadi tanggungjawab umat
Islam khususnya kelompok agamawan untuk menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam
secara utuh kepada masyarakat. Salah satunya adalah masalah yang berkenaan
dengan tabarruj terutama
bagi kaum perempuan yang merupakan persoalan sehari-hari agar tidak memiliki
keyakinan dan pemahaman yang salah atau bahkan berlebihan. Membicarakan tabarruj
sangat erat kaitannya dengan perempuan, dan membicarakan perempuan erat
kaitannya dengan keindahan dan kecantikan.
Melalui buku kecil ini, dalam rangka mengantarkan
pernikahan putra-putri kami Laras Santoso dengan Muhammad Edwin
Khadafi sekaligus menyampaikan rasa tanggung jawab dan peduli, kami mencoba
membahas alakadarnya tentang bagaimana perempuan harus tetap indah dan cantik
sekaligus mendapat ridlo Allah SWT melalui ketaatannya terhadap
aturan-aturanNya, karena Allah suka dengan keindahan. Selain itu berupaya
mengasah kecerdasan beragama sebagai seorang
muslim/ah yang merupakan wajib ain untuk mempelajari dan memahaminya yang tidak
bisa cukup diwakilkan kepada sekelompok orang.
Garut, 29
Muharram 1433 H/ 25 Desember 2011 M
Muhammad
Iqbal Santoso & Ai Nurjannah
DEFINISI TABARRUJ
1.
Pengertian “Tabarruj”
a. menurut bahasa berasal dari kata baraja yang
berarti nampak dan meninggi, kemudian dapat dipahami juga dengan arti “jelas
dan terbuka”. Dibangun dari kata tersebut lafad buruj memiliki arti benteng atau bangunan yang tinggi.
b. menurut istilah berarti menampakkan sesuatu yang semestinya tidak ditampakkan maksud
“sesuatu” disini dalam arti sikap atau tingkah laku
Menurut Imam Ibnu Mandzur, dalam Lisaan
al-’Arab menyatakan: “al-tabarruj: idzhaar al-mar`ah ziinatahaa wa mahaasinahaa li al-rijaal”. Tabarruj adalah seorang perempuan yang “menampakkan
perhiasan dan anggota tubuh untuk menarik perhatian laki-laki non muhrim.”
Sedangkan
menurut al-Zujaj: tabarruj adalah
“menampakkan perhiasan dan semua hal yang bisa merangsang syahwat laki-laki.”
2.
Jenis Tabarruj
a. Tabarruj Khilqiyyah, yaitu tabarruj
fisik yang sifatnya melekat pada diri seseorang, yakni menampakkan perhiasan fisik pada
bagian-bagian tertentu yang tidak boleh ditampakkan seperti memperlihatkan rambut, kulit, kaki,
dll
b.
Tabarruj Muktasabah, yaitu tabarruj yang
diupayakan (rekayasa) yakni menampakkan perhiasan yang dibuat atau
diciptakan/direkayasa manusia dalam rangka menghias dirinya seperti mode pakaian,
perhiasan (cincin, anting, kalung, gelang), ber-make-up dll.
3.
Hukum Tabarruj
Dalil-dalil
yang berkaitan dengan tabarruj
didapatkan dalam Al-Qur’an pada dua ayat, keduanya menerangkan tentang larangan
tabarruj, yaitu:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu...” (QS al-Ahzab:33)
وَالْقَوَاعِدُ
مِنَ النِّسَآءِ الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن
يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ
خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua (yang telah terhenti haid) yang tidak
bermaksud menikah lagi maka tidak menjadi dosa atas mereka menanggalkan pakaian
mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan menjaga diri adalah
lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” (QS an-Nur: 60)
Larangan tabarruj
pada surat al-Ahzab dikhususkan untuk istri-istri Nabi saja, sedangkan dalam surat an-Nur adalah larangan
untuk seluruh kaum perempuan lainnya. Konteks pada ayat pertama berupa larangan
langsung sedang pada ayat kedua berupa kalimat pernyataan (khobariyah)
akan tetapi memiliki konotasi yang sama
yaitu melarang melakukan suatu
perbuatan.
Dalil-dalil
al-hadits yang berkaitan dengan tabarruj selalu dikaitkan dengan
peringatan-peringatan keras bahkan ancaman langsung dari Allah dan Rasulullah
manakala manusia tidak menaati aturan tersebut sebagaimana akan dijelaskan pada
buku ini di bagian lain.
Hal ini
menunjukkan bahwa tabarruj itu dilarang dan hukum larangan tersebut
adalah haram mengingat ancaman keras tersebut, selain mengacu pada kaidah ushul
fiqh:
اَلأَصْلُ
فِي النَّهْيِ للتَّحْرِيْم
“Asal pada sesuatu larangan
menunjukkan haram”
Jika larangan tabarruj pada QS
al-Ahzab ditujukan kepada perempuan yang sudah menopause, maka dapat dipahami
jika wanita-wanita tua yang telah menopause saja dilarang melakukan tabarruj,
lebih-lebih lagi wanita-wanita muda dan masih punya keinginan nikah.
Permasalahan hukum tabarruj adalah
berbeda dengan hukum menutup aurat dan hukum wanita mengenakan kerudung dan
jilbab. Walaupun seorang wanita telah berbusana muslimah dan menutup
aurat, namun tidak menutup kemungkinan ia masih melakukan tabarruj.
HAL-HAL YANG TERMASUK TABARRUJ
Tabarruj
ada dan terjadi sejak manusia ada dalam
sejarah. Tabarruj merupakan gambaran dan hasil budaya manusia yang
masing-masing zaman memiliki perkembangannya sendiri bahkan cenderung bergeser dari
waktu ke waktu.
Islam menjelaskan tabarruj
secara normatif dalam al-Qur’an dan juga secara realita yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW dan masa-masa
sebelumnya. Realita itulah yang diangkat dalam dalil-dalil al-hadits untuk
menjelaskan bagaimana praktek tabarruj yang dimaksud, meskipun tidak
menutup kemungkinan jenis tabarruj akan berbeda dari masa ke masa atau mungkin
ada hal-hal yang sama dan mirip.
Akan tetapi dalil yang ada akan
memberikan gambaran kepada umat perbuatan yang tergolongkan tabarruj untuk
dijadikan tolok ukur dan acuan walau zaman terus berubah, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Memamerkan aurat
Anggota tubuh perempuan seluruhnya
tidak boleh diperlihatkan kepada yang bukan muhrimnya kecuali dua hal saja
yakni wajah dan telapak tangan saja (termasuk bagian dalam dan luarnya), atau
sampai batas telapak tangan. Adapun penjelasan pengecualian anggota tubuh yang
boleh diperlihatkan atau tabarruj, Nabi SAW menjelaskannya secara global
kemudian dibuatkan batasan dengan bahasa isyarat hal ini untuk lebih sampainya
pesan dengan menunjukklan anggota tubuh yang dimaksud, yaitu
وَلاَيُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak
dari padanya.”
(QS an-Nur: 31)
Dan hadits Nabi Saw.
عَنْ عَائِشَةَ ر.ع أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ اَبِيْ بَكْرٍ
دَخَلَتْ عَلَي رَسُوْلِ اللهِ ص وَعَليْهَا ثِيِابٌ رِقَاٌقٌ فَاَعْرَضَ عَنْهَا
رَسُوْلُ اللهِ ص وَقَالَ: يَا اَسْمَاْءَ اِنَّ الْمَرْأَةَ اِذَا بَلَغَتِ
الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْتُحْ أَنْ يُرَي اِلاَّ هَذَا وَ هذَا وَاَشَارَ اِلَي
وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Dari ‘Aisyah r.a:Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah
Rosulullah dengan memakai pakaian tipis. Lalu Rasulullah berpaling darinya dan
bersabda: Hai Asma! sesungguhnya saeorang wanita yang sudah balig tidak boleh
terlihat auratnya kecuali ini dan ini dan Nabi SAW berisyarat menunjuk ke wajah
dan telapak tangannya.” (HSR Abu Dawud)
Dalil di atas menjelaskan bolehnya tabarruj
khilqiyah yakni memperlihatkan dua jenis
anggota tubuh (wajah dan telapak tangan), dan juga sekaligus menjelaskan
bolehnya tabarruj muktasabah yakni memperlihatkan diri dengan merias
wajah serta memakai dan memperlihatkan perhiasan (mis. cincin) sebagaimana
diperjelas oleh keterangan hadits Nabi Saw:
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: وَالزِيْنَةُ الظّاهِرَةُ: الوَجْهُ وَ كَحْلُ العَيْنِ وَ حِضَابُ
الكَفِّ وَالخَاتَمُ
“ Dari Ibnu Abbas berkata: perhiasan yang tampak itu adalah; muka, cela
mata, bekas pacar di pergelangan tangan dan cincin.” (At-Thobari)
2.
Meliuk-liukkan tubuh, menggoyang-goyangkan kepala dan mengenakan pakaian tipis dan ketat
Meliuk-liukkan dan
mengoyang-goyangkan tubuh merupakan bagian dari tabarruj meski tubuhnya
terbungkus dengan pakaian, misalnya menari atau
berjalan berlenggok-lenggok
dengan tujuan mencari perhatian terutama dari lawan jenisnya.
Selain itu, mengenakan pakaian tipis,
atau memakai busana ketat dan merangsang termasuk dalam kategori tabarruj.
Untuk kedua jenis perbuatan ini Nabi Saw bersabda:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رع قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص
صِنْفَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمُ مَعَهُ سِيَاطٌ كَاَذْنَابِ
البَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّا سَ وَنِسَآءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوْسُهُنَّ كَاَسْنِمَةِ البُحْتِ الْمَائِلَةِ
لاَيَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ ولاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَاِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ
مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا -مسلم-
“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah bersabda: Dua golongan dari
ahli neraka aku belum pernah melihatnya yaitu; orang-orang yang membawa cambuk
seperti ekor sapi mereka memukul manusia dengannya dan perempuan yang memakai
pakaian hampir telanjang dengan mengoyang-goyangkan pinggulnya, berlenggok-lenggok
kepalanya seperti tengguk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan
memperoleh harumnya. Dan sesungguhnya harumnya surga dapat dicium dari jarak
sekian dan sekian (jarak yang sangat jauh).” (Hadits
Shahih Riwayat Muslim)
Ketika menafsirkan “mutabarrijaat”
yang terdapat di dalam surat al-Nur ayat 60, Imam Ibnu al-’Arabiy menyatakan;
“Termasuk tabarruj, seorang
wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menampakkan
warna kulitnya. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW
yang terdapat di dalam hadits shahih di atas, sebab yang menjadikan seorang
wanita telanjang adalah karena pakaiannya
dan ia disebut telanjang karena pakaian tipis yang ia
kenakan. Jika pakaiannya tipis, maka ia bisa menyingkap dirinya, dan
ini adalah haram.”
3.
Mengenakan wewangian mencolok
Nabi saw bersabda,
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ
زَانِيَةٌ
“Siapapun wanita yang memakai wewangian
kemudian
melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina.” (HR. Imam al-Nasaaiy)
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw bersabda:
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
“Siapa saja wanita yang mengenakan bakhur
(wewangian), janganlah dia menghadiri shalat ‘Isya yang terakhir bersama kami.” (HR. Muslim)
Menurut Ibnu Abi Najih, wanita yang
keluar rumah dengan memakai wangi-wangian termasuk dalam kategori tabarruj.
Oleh karena itu, seorang wanita mukminat dilarang keluar rumah atau berada
di antara laki-laki dengan mengenakan wewangian yang dominan baunya.
Adapun sifat wewangian bagi wanita
mukminat adalah tidak kentara baunya dan mencolok warnanya.
Ketentuan semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
أَلَا وَطِيبُ الرِّجَالِ رِيحٌ لَا لَوْنَ لَهُ أَلَا
وَطِيبُ النِّسَاءِ لَوْنٌ لَا رِيحَ لَهُ
“Ketahuilah, parfum pria adalah yang
tercium baunya, dan tidak terlihat warnanya. Sedangkan parfum wanita adalah
yang tampak warnanya dan tidak tercium baunya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud)
a.
b.
c.
4.
Menyambung rambut
Menyambung rambut dapat dilakukan dengan cara
memasang sanggul buatan atau memakai rambut
palsu atau cara lainnya dengan tujuan menarik perhatian juga termasuk tabarruj.
Dan Allah mengingatkan perbuatan tersebut dengan laknatnya. Laknat adalah
menjauhkannya Allah dari kasih sayang
kepada seseorang. Hadits tersebut adalah:
عَنْ
اَبِي هُرَيْرَةَ رع عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ
وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ )البخاري(
“Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW bersabda: Allah
telah melaknat wanita yang memakai cemara (rambut palsu) dan wanita yang minta dipakaikan
cemara dan wanita yang mentato (mencacah) dan yang minta ditato.” (HSR
Bukhori).
5.
Tatto, mencabut rambut dahi, menjarangkan gigi
Membuat tatto, mencabut bulu dahi (termasuk bulu alis), dan menjarangkan atau meratakan
gigi yang semuanya bertujuan untuk mempercantik diri dan sekaligus menarik
perhatian yang lainnya terutama lawan jenis. Perbuatan-perbuatan di atas
termasuk tabarruj yang juga mendapat laknat Allah SWT sebagaimana Nabi
SAW bersabda dalam hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ: لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ
وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ
الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ...
“Dari Abdullah: ”Allah telah melaknat wanita yang minta
ditato dan wanita yang minta dicabut rambut dahinya dan yang menjarangkan
giginya supaya cantik...” (HSR Bukhori)
6.
Israf atau berlebihan dalam
berpakaian atau berdandan
Berpakaian merupakan salah satu upaya agar dapat
tampil cantik, dan menawan. karena salah satu fungsi pakaian adalah sebagai
perhiasan, sesuai dengan Firman
Allah dalam Al Quran:
يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً
وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah
Menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi
pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.”
Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan bahwa fungsi
pakaian adalah sebagai penutup aurat dan perhiasan. Pakaian terbaik adalah
“pakaian taqwa”, yaitu pakaian yang dapat “menjaga dan melindungi” pemakainya
dari berbagai gangguan yang merugikan dirinya di dunia dan akhirat, yaitu
menjaga pemakainya dari adzab dan murka Allah swt.
Berpakain secara berlebihan misalnya
menjulurkan/memanjangkan pakaian sampai menyapu lantai atau mode pakaian yang
dianggap berlebih menurut pertimbangan akal dan nurani manusia atau melebihi
ukuran biasa (tradisi setempat), dan berdandan atau merias wajah secara
berlebihan (menor) itu juga termasuk bagian tabarruj.
يَابَنِي
ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
وَلاَتُسْرِفُوا اِنَّهُ لاَ يُحِبٌّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Hai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap
kali shalat,makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS al-A’raf:31)
وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
“Janganlah mereka memukul-mukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS Al-Nuur:31)
Oleh karena
itu, berpakaian walaupun menutup aurat, tetapi berlebihan, atau busananya ketat dan merangsang karena untuk menarik perhatian
seperti yang dijelaskan di atas, adalah tabarruj dan dilarang (haram).
DAMPAK NEGATIF TABARRUJ
1.
Tabarruj dapat
mengubah kecenderungan kaum Muslim dari kecenderungan untuk senantiasa menjaga
dan menahan pandangan menjadi kecenderungan untuk memuja hawa nafsu dan hasrat
seksual. Akibatnya, laki-laki dan wanita mulai berlomba-lomba untuk
menarik lawan jenisnya, dengan mengenakan pakaian dan perhiasan yang dapat
memberi pengaruh antara satu dengan lainnya. Mereka juga menyibukkan diri
dengan urusan mempercantik diri dan menarik perhatian maupun memikat lawan
jenisnya. Sehingga, banyak orang terjatuh pada hubungan-hubungan lawan
jenis yang dilarang oleh syariat Islam, misalnya, pacaran, berkhalwat,
perselingkuhan, perzinaan, dan sejenisnya.
2.
Tabarruj
bisa mengubah paradigma hubungan laki-laki dan wanita di dalam Islam; yaitu,
hubungan yang didasarkan pada prinsip ketakwaan menjadi hubungan yang
didasarkan pada pemenuhan daya tarik fisik maupun kebutuhan biologis semata.
3.
Tabarruj juga
akan melemahkan kaum Muslim dari upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah,
atau perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah swt. Dengan kata lain,
tabarruj akan melemahkan semangat kaum Muslim untuk menegakkan hukum-hukum
Allah, serta upaya untuk mendakwahkan Islam baik dengan propaganda maupun
jihad.
KHATIMAH
Berdasarkan
pemahaman tabarruj yang disertai dalil-dalil di atas, maka tindakan tabarruj
seorang wanita dalam hukum syara’ adalah setiap upaya mengenakan perhiasaan
atau menampakkan perhiasaan dan kecantikannya yang dapat mengundang pandangan
laki-laki non muhrim untuk memperhatikan dirinya (idzhaar al-ziinah wa
al-mahaasin li al-ajaanib). Sedangkan berhiasnya seorang isteri di hadapan
suaminya atau berdandannya seorang isteri ketika ada di rumah, adalah tindakan
yang diperbolehkan tanpa ada khilaf (perbedaan
pendapat).
Tabarruj
adalah perbuatan haram dan berbahaya bagi kehidupan kaum muslim. Sudah
seharusnya setiap muslimah memahami makna tabarruj ini, sehingga mereka
dapat memperhatikan pakaian, perhiasan, parfum, gaya berjalan (sikap tubuh),
asesoris yang mereka gunakan pada pakaian mereka agar tidak memalingkan
laki-laki dan mengundang pandangan laki-laki non muhrim kepada dirinya. Karena
jika hal tersebut mereka lakukan, maka perbuatan tersebut termasuk tabarruj.
Semoga buku kecil ini dapat memberikan gambaran
dan pencerahan terhadap pemahaman syari’at Allah dan termotivasi untuk
merealisasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Akhirnya kita memohon kepada
Allah agar kita diberi kekuatan, kemampuan, kesabaran untuk dapat dapat menaati
aturan ciptaan Allah ini. Kekhususan aturan menyangkut perempuan yang dibedakan dengan kaum lelaki ini semakin
memberi keyakinan yang kuat betapa ajaran Islam menjunjung tinggi dan
melindungi kaum perempuan. Bukan malah sebaliknya, sebagaimana anggapan
sekelompok masyarakat yang menganggap wanita sebagai makhluk yang hina.
Keyakinan ini harus tumbuh dalam diri umat Islam, sebagai wujud keyakinan akan
“Adil”nya Allah SWT yang difirmankan
dalam QS Ali-Imran:18
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ
وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ
“Allah Menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia;
(demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak
ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Maksudnya bahwa keyakinan atau kesaksian yang agung dari umat manusia berilmu adalah meyakini
bahwa Allah itu berdiri atau membuat aturan dan berkehendak dengan Qisti artinya seimbang atau adil dan pada
tempatnya.
Wallahu a’lamu
bish-shawab.
Garut, Muharram 1433 H/ Desember 2011