Jumat, 07 Desember 2012

Perbedaan pada Almanak 1434H - 2013M


Perbedaan pada Almanak 1434H*
Mohammad Iqbal Santoso

Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis telah menetapkan Almanak 1434H/2013M, yang insyaAllah akan diterbitkan oleh majalah Risalah. Penyusunan Almanak tersebut mengacu pada hisab imkanurrukyat dengan kriteria Astronomis yang telah diputuskan dalam Keputusan Bersama Dewan Hisab Rukyat dan Dewan Hisbah Persis 31 Maret 2012 yang lalu. Setelah menerima masukan dan pendapat dari Ketum PP Persis dan beberapa anggota Dewan Hisbah, maka pada hari Sabtu, 28 Syawwal 1433H (15 September 2012) pada sidang terbatas Dewan Hisbah dan Dewan Hisab dan Rukyat telah ditetapkan Keputusan Bersama DHR dan Dewan Hisbah PP Persis tentang Almanak Islam 1434 H

Persis telah memutuskan bahwa penetapan awal bulan hijriyyah menggunakan hisab imkanurrukyat dengan kriteria astronomi, yaitu kriteria yang didasarkan pada prinsip visibilitas hilal yang ilmiah dan teruji. Kriteria tersebut dirumuskan berdasarkan data hasil pengamatan empirik penampakan hilal yang dihimpun dari berbagai lembaga yang kompeten. Hisab imkanurrukyat kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal bulan hijriyyah ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: Beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan Jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6.4 derajat.

Konsekwensi penggunaan hisab imkanurrukyat kriteria Astronomis tersebut maka Almanak Persis 1434H/2013M (pada beberapa bulan tertentu) diperkirakan akan berbeda dengan kalender Muhamadiyah yang menggunakan hisab wujudul-hilal serta berbeda pula dengan kalender Pemerintah yang menggunakan kriteria MABIMS. Berdasarkan perhitungan DHR Persis pada tahun 1434H/2013M ada 3 (tiga) bulan yang akan berbeda dengan kalender Pemerintah yaitu awal bulan Rajab1434 (Mei 2013), Dzulhijjah 1434 (Oktober 2013) serta Shaffar 1435H (Desember 2013) untuk ketiga bulan tersebut awal bulannya berbeda sehari setelah kalender Pemerintah (kemenag). Perbedaan pada bulan Rojab 1434H dan Shoffar 1435H pengaruhnya tidak akan terlalu dirasakan ummat, tetapi potensi perbedaan awal bulan Dzulhijjah 1434/2013 yang akan datang akan berakibat pada perbedaan pelaksanaan shalat Idul Adha 1434H antara Persis dan Pemerintah, sehingga bisa jadi isu nasional.

Berikut data Almanak 1434-2013 yang berpotensi berbeda:
Awal Bulan
Pemerintah
Muhamadiyah
PERSIS
ketr
Shaffar 1434H
Sabtu, 15 Des 2012
Jum’at, 14 Des 2012
Sabtu, 15 Des 2012
0˚<h<1˚
Rajab 1434
Sabtu, 11 Mei 2013
Sabtu, 11 Mei 2013
Ahad, 12 Mei 2013
h> 3˚; E < 6.4˚
Ramadhan 1434
Rabu, 10 Juli 2013
Selasa, 9 Juli 2013
Rabu, 10 Juli 2013
0˚<h<1˚
Dzulhijjah 1434
Ahad, 6 Okt. 2013
Ahad, 6 Okt. 2013
Senin, 7 Okt. 2013
h> 3˚; E < 6.4˚
Idul Adha 1434
Selasa, 15 Okt. 2013
Selasa, 15 Okt. 2013
Rabu, 16 Okt 2013

Shaffar 1435H
Rabu, 4 Des. 2013
Rabu, 4 Des. 2013
Kamis, 5 Des. 2013
h> 4˚ ; E < 6.4˚
Keterangan: Kriteria Hisab imkan rukyat pemerintah/MABIMS: h> 2˚; Kriteria wujudul hilal Muhamadiyah h> 0˚ & Kriteria Hisab imkan rukyat Persatuan Islam h>4˚ dan e>6,4˚
Perbedaan awal bulan Shaffar dan Rajab tidak terlalu berpengaruh/terasa, tetapi perbedaan awal Ramadhan dan Idul Adha dampaknya akan sangat dirasakan ummat. Untuk awal Ramadhan 1434 walaupun berbeda dengan Muhamadiyah almanak Persis insyaAllah akan sama dengan Pemerintah dan mayoritas ummat Islam lainnya karena walaupun ada yang melaporkan “melihat” hilal, kesaksian hilal tersebut insyaAllah tidak akan diakui oleh Pemerintah dan juga NU, karena tidak rasional (bertentangan dengan kriteria MABIMS)
Untuk penetapan Idul Adha 1434H, data bulan menjelang Dzulhijjah adalah sebagai berikut: ijtima terjadi Sabtu, 5 Oktober 2013 jam 07.35 WIB saat magrib di wilayah Indonesia tinggi hilal lebih 3˚tetapi kurang dari 4˚ (3˚< t <4˚) dan Elongasi atau jarak busur matahari-bulan lebih dari 5˚ dan kurang dari 6˚ (5˚< E <6˚). Berdasarkan data tersebut  Muhamadiyah akan menetapkan Idul Adha Selasa, 15 Oktober 2013, dan Persis Rabu, 16 Oktober 2013. Sedangkan  NU dan Pemerintah tergantung pada hasil Rukyat, jika ada laporan kesaksian hilal, maka NU dan Pemerintah (jika menerima laporan tersebut) akan menetapkan Idul Adha sama dengan Muhamadiyah Selasa 15 Oktober 2013. Tetapi jika tidak ada kesaksian hilal atau menolak kesaksian Rukyat maka NU dan Pemerintah akan menetapkan Idul Adha sama dengan Persis, yaitu Rabu, 16 Oktober 2013.
Menurut kriteria astronomi yang dianut Persis posisi bulan akhir Dzulqadah 1434H yang akan datang (walau berada di atas ufuk) tidak mungkin terlihat sebagai hilal, sehingga jika ada yang bersaksi melihat hilal, kesaksian tersebut wajib ditolak. Persis mungkin saja menerima kesaksian rukyat jika kesaksian rukyat tersebut disertai bukti autentik (disertai rekaman/foto hilal yang dilengkapi data astronomisnya)
Yang harus diantisipasi karena perbedaan Idul Adha 1434 yang akan datang, adalah berkenaan dengan tempat shalat Idul Adha yang dikelola Jam’iyyah yang menggunakan lapangan milik instansi pemerintah/swasta yang liburnya berbeda, karena akan bermasalah jika melaksanakan shalat Idul Adha saat kantor pemerintah/swasta tersebut tidak libur, sehingga perlu disiapkan tempat shalat Id cadangan yang tidak mengganggu.
Karena diperkirakan ada potensi perbedaan tersebut di atas, untuk kesatuan dan keutuhan jam’iyyah maka bagi segenap unsur/badan/lembada di lingkungan jam’iyyah Persis yang bermaksud menerbitkan kalender/almanak 1434H/2013M, dapat berkonsultasi dan meminta naskahnya kepada DHR Persis atau Bidgar Kominfo PP Persis. (DHR PP Persis juga melayani konsultasi arah Qiblat Masjid/musholla dan jadwal Shalat untuk seluruh wilayah)

* diterbitkan pada Majalah Risalah Dzulhijjah 1434/Nopember 2012

Tidak disyariatkanShalat Gerhana Penumbra


T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN
Anggota Badan Hisab Rukyat, Kemenag RI
Gerhana Penumbra 28 Nov 2012
Tuntutan Majelis Tarjih Muhammadiyah untuk melaksanakan shalat gerhana bulan penumbra 28 November 2012 lalu (http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2041-detail-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan.html) saya anggap tidak ada dalil syar’i yang melandasinya. Hal ini menjadi bahan diskusi di milis Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com.
Perlu diketahui terlebih dahulu beberapa definisi berikut ini: Gerhana bulan penumbra adalah ketika bulan purnama tertutup oleh bayangan sekunder bumi, sehingga purnama hanya sedikit meredup. Orang awam tidak bisa mengenali gerhana bulan penumbra ini, karena cahaya purnama tidak jelas tergelapi (lihat foto di atas). Gerhana bulan umbra adalah gerhana bulan yang biasa kita lihat, ketika bulan tergelapi oleh bayangan primer bumi. Pada saat gerhana bulan umbra, purnama akan tampak gelap sebagian atau seluruhnya. Gerhana matahari terjadi ketika bulan menghalangi matahari, baik sebagian maupun secara total. Namun tidak seluruh wilayah di bumi bisa melihatnya, hanya wilayah tertentu yang bisa melihat gerhana matahari.
Dengan merujuk pada dalil-dalil yang juga difatwakan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) berikut ini catatan saya terkait dengan shalat gerhana bulan penumbra dan ditambah catatan tentang shalat gerhana matahari yang tak tampak
1.    Berdasarkan dalil-dalil fikih, shalat gerhana dilaksanakan bila gerhana terlihat. Baca fatwa MTT: http://www.fatwatarjih.com/2011/06/shalat-gerhana.html . Ini kutipannya:
“Dalam hadis ini digunakan kata “idz” (إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan waktu), sehingga arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu.”
2.    MTT Muhammadiyah mengedarkan tuntunan shalat gerhana bulan 10 Desember 2011, tetapi tidak menganjurkan shalat gerhana saat fase penumbra. Ini konsisten dengan fatwa MTT bahwa “Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu.” (Lihat: http://www.muhammadiyah.or.id/news-659-detail-release-dan-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan-besok.html ). Ini kutipannya:
Adapun data gerhana selengkapnya adalah sebagai berikut:
Gerhana Penumbra mulai              : 18.34 WIB
Gerhana Umbra mulai                    : 19.45 WIB
Gerhana Total mulai                        : 21.06 WIB
Tengah Gerhana                                 : 21.32 WIB
Gerhana Total berakhir                   : 21.58 WIB
Gerhana Umbra berakhir               : 23.18 WIB
Gerhana Penumbra berakhir        : 24.30 WIB
Perlu kami sampaikan bahwa pada momen awal gerhana Penumbra merupakan awal gerhana (18.34 WIB), namun tidak mudah dibedakan dengan Bulan Purnama. Mata manusia mulai mudah mengenal gerhana pada momen gerhana umbra, bagian Bulan di kawasan umbra Bumi akan terlihat hitam, karena sorot cahaya matahari Matahari ke Bulan 100% tertutup oleh planet Bumi.
Sehubungan dengan hal di atas, kami menyarankan agar warga Muhammadiyah yang hendak menunaikan salat gerhana dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir (19.45 s.d. 23.18 WIB).
3.   Tuntunan shalat gerhana penumbra 28 November 2012 didasarkan pada “ketidakjelasan pijakan dan salah copas”. (http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2041-detail-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan.html ). Kalau pada gerhana 10 Desember 2011 fase penumbra tidak dianjurkan shalat, tetapi pada 28 November dianjurkan shalat pada fase umbra, tetapi waktunya adalah fase penumbra. Ini kutipan rancunya:
Adapun data gerhana selengkapnya adalah sebagai berikut:
Gerhana Panumbra mulai (P1) : 12h 12,6m UT = 19j 12,6m WIB
Puncak Gerhana : 14h 33,0m UT = 21j 33,0m WIB
Gerhana Panumbra berakhir (P4) : 16h 53,3m UT = 23j 53,3m WIB
Mulai Gerhana    : 19.12 WIB
Puncak Gerhana : 21.33 WIB
Akhir Gerhana    : 23.53 WIB
Sehubungan dengan hal di atas, kami menyarankan agar warga Muhammadiyah yang hendak menunaikan salat gerhana dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir (19.12 s.d. 23.53 WIB).
Pernyataan “… dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir …” merupakan copas tuntunan yang benar saat gerhana umbra 10 Desember 2011, namun dirancukan dengan waktu gerhana penumbra “(19.12 s.d. 23.53 WIB)”.
Gerhana bulan penumbra merupakan gerhana yang tak tampak, sehingga tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana penumbra. Demikian pula gerhana matahari yang tak tampak, karena bayangan bulan tidak mengenai daerah tersebut. Misalnya, gerhana matahari 14 November 2012 hanya dapat di amati di wilayah Timur Indonesia, Asia Timur, dan Pasifik. Di Indsonesia Barat tidak dapat mengamatinya, sehingga tidak disyariatkan shalat gerhana di Indonesa Barat. Jadi, walau pun terjadi gerhana, tetapi tidak teramati karena posisi tempat yang tidak memungkinkan melihat gerhana, maka tidak disyariatkan shalat gerhana.
Bagaimana kalau secara astronomis gerhana diperhitungkan teramati di suatu wilayah, tetapi kemudian mendung atau hujan? Banyak yang berpendapat dan sudah sering dilaksanakan di banyak masjid, shalat gerhana tetap dilaksanakan. Prinsipnya sama dengan penentuan awal bulan qamariyah, bahwa imkan rukyat atau kemungkinan visibilitas bisa menjadi dasar untuk menetapkan waktu ibadah. Ketika secara astronomis hilal mungkin dirukyat, fajar mungkin tampak, atau gerhana mungkin terlihat, maka saat itulah waktu ibadah sudah bisa ditentukan, baik nyata terlihat maupun terhalang mendung.

Rabu, 09 Mei 2012

LANGIT


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi….(Q. S. 3:190-191).

Gemerlap lampu kota telah merampas hak kerlip bintang-bintang di langit untuk menembus setiap kalbu. Sementara gedung-gedung tinggi menghalangi indahnya matahari terbit dan terbenam yang penuh makna. Ada sesuatu yang hilang dari kehidupan masyarakat kota: keindahan langit. Mungkin hal itu salah satu sebab kurang pekanya kalbu kita membaca ayat-ayat-Nya di alam.
Mungkin banyak di antara kita terbiasa membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil, tetapi sebatas formalitas dzikir sesudah shalat. Sehingga fenomena yang biasa kita lihat adalah mengejar kuantitas jumlah bacaan, kadang dengan ucapan yang kurang sempurna.
Dzikir sebenarnya tidak hanya diucapkan sesudah shalat, tetapi berlaku sepanjang kehidupan. Sayangnya suasana lingkungan dan kesibukan kota kadang melalaikan. Bila setiap hari hanya kemacetan dan gedung-gedung tinggi yang mewarnai suasana hati, mungkin dzikir terlupakan. Berganti dengan keresahan dan kejenuhan.
Beruntunglah bila masih sempat menikmati langit malam menjelang tidur atau menjelang shubuh. Matikan lampu luar beberapa saat. Pandangi langit bertabur bintang. Bila beruntung berada di lokasi yang tidak terlalu parah terkena polusi cahaya, “sungai perak” galaksi Bimasakti yang memiliki ratusan milyar bintang akan terlihat membujur di langit. Sesekali mungkin terlihat meteor seperti bintang jatuh.
Dalam keheningan malam, ingatlah Allah. Renungkan ayat-ayat-Nya yang terlukis indah di langit. Ucapan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil saat itu akan lebih mendalam merasuk kalbu daripada sekadar ucapan yang berpacu dengan hitungan biji tasbih atau buku-buku jari.
Di tengah keluasan langit, kita sadari bumi kita hanyalah planet mungil di keluarga matahari. Sedangkan matahari sendiri hanya sekadar bintang kecil di galaksi Bimasakti. Masih banyak bintang raksasa yang diameternya ratusan kali diameter matahari.
Galaksi dihuni oleh milyar bintang serta gas dan debu bahan pembentuk bintang-bintang baru. Padahal jumlah galaksi yang ada di alam semesta ini tak terhitung banyaknya.
Rabbana maa khalaqta haadza baathilaa, subhaanaka faqinaa ‘adzaabannar, “Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau! (Hanya Engkau yang Mahasempurna, kami manusia dhaif penuh kesalahan). Karenanya (ampunilah kami), jauhkan kami dari siksa neraka” (Q.S. 3:191).
Semakin dalam bertafakur, semakin sadar akan kelemahan dan kekecilan diri manusia. Dari segi substansi materinya, jasad manusia tidak ada bedanya dengan debu-debu antarbintang, sama-sama terbentuk di inti bintang. Namun nafsu manusia kadang menghanyutkan pada ketakaburan, merasa diri besar. Setiap yang besar, pasti ada yang lebih besar. Hanya Dia yang Mahabesar. Patutkah kita masih menyombongkan diri?
 
Dengan FirmanNya Allah mengingatkan kita:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi….(Q. S. 3:190-191).

Dalam suatu riwayat diceritakan, setelah ayat itu turun Rasulullah SAW menangis. Bilal yang menemuinya pada waktu shubuh bertanya mengapa Rasulullah sampai menangis. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa malam itu turun ayat yang amat berat maknanya. Padahal sedikit umatnya yang merenungkannya. 

T. Djamaluddin (Dimuat di Hikmah Republika, 13 September 1999)


CAHAYA SEMU


Setelah maghrib tiba, di langit bintang-bintang secara berangsur akan mulai menampakkan dirinya, pada suatu saat di langit barat akan tampak sebuah bintang yang sangat terang dan cemerlang, awan tipis kadang tak mampu membendung sinarnya. Itulah bintang barat yang lebih populer disebut bintang kejora. Atau disebut juga bintang senja  yang hanya tampak saat senja, yaitu sekitar maghrib dan Isya, karena sebelum malam gelap bintang tersebut akan terbenam.
Begitupula setelah fajar, bintang-bintang di langit  cahaya berangsur memudar kemudian menghilang, suatu saat di langit timur akan nampak sebuah bintang cemerlang, bintang itu disebut bintang timur atau bintang pagi. 
Sebenarnya kedua "bintang" itu bukan bintang yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah planet, yaitu planet Venus. Venus merupakan benda langit paling terang ketiga setelah matahari dan bulan yang bisa tampak sebagai bintang senja atau bintang pagi.
Mengamati langit pada awal Juli akan terasa nuasa semasa Nabi Ibrahim merenungi alam, menatap langit, mencari representasi Tuhan yang hakiki (Q.S 6:76-79). Saat malam mulai gelap tampaklah sebuah bintang. "Inikah Tuhanku?" kata Ibrahim. Tetapi bintang kejora tak lama tampak. Sekitar pukul 21.00 bintang kejora pun terbenam. Nabi Ibrahim pun berkata, "Aku tak menyukai yang tenggelam".
Beberapa saat kemudian terbitlah bulan yang cemerlang pasca purnama. "Inikah Tuhanku?" katanya. Namun saat pagi bulan pun memudar kemegahannya. Ibrahim pun berujar pada dirinya, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, niscaya aku termasuk kaum yang sesat."
Saat pagi dilihatnya matahari yang paling cemerlang yang mengalahkan segala sumber cahaya. "Inikah Tuhanku? Ini paling besar", ujar Ibrahim dalam pencarian kebenaran. Tetapi saat maghrib matahari pun menghilang. Tidak mungkin Tuhan yang Mahakuasa bisa lenyap. Maka diserulah kaumnya, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari segala yang kamu persekutukan".
Kesimpulan pembuktian aqliyah tentang eksistensi Allah tersebut diabadikan dalam Q.S. 6:79 yang dijadikan salah satu doa iftitah pada awal shalat: "Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Tuhan pencipta langit dan bumi, berpendirian lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik."
Kisah itu memberi pelajaran penting. Kemegahan dan keunggulan relatif adalah sifat makhluk yang berpotensi menipu manusia. Sejarah telah menunjukkan banyak kaum penyembah bintang atau matahari, mempertuhankan raja, atau minimal mengkultuskan seseorang. Untuk itu banyak juga yang mau berkorban demi mengagungkan sesuatu atau figur yang dipujanya. 
Padahal kemegahan atau keunggulan itu bisa jadi bukan sifat yang intrinsik pada objek itu. Bintang kejora adalah contohnya, Planet Venus itu tidak menghasilkan cahayanya sendiri. Planet yang dijuluki saudara kembar bumi yang jelita sekadar memantulkan cahaya bintang induknya, matahari. Kecemerlangannya diperoleh karena kedekatannya dengan matahari dan berada tidak jauh dari bumi.
Bintang kejora dipuji karena kecemerlangan relatifnya. Dijadikan lagu yang dinyanyikan anak-anak. Tetapi tak banyak orang tahu tentang hakikatnya, karena orang cukup kagum dengan kemegahan sinar pantulannya. Orang terlanjur menyebutnya bintang, padahal sekadar planet. Lingkungan planetnya pun sesungguhnya tidak bersahabat bagi kehidupan. Luar biasa panasnya dengan efek rumah kaca karena kandungan karbon dioksida yang sangat tinggi.
Dalam dinamika hidup manusia fenomena bintang kejora mudah ditemukan. Nepotisme pun mudah tumbuh dari fenomena seperti itu.Karena masyarakat kehilangan daya kritis untuk menelaah secara seksama sifat intrinsiknya, bila yang ditonjolkan sekadar sinar pantulannya yang cemerlang.
Satu-satunya cara menghindarkan diri dari tipuan fenomena bintang kejora adalah meresapi makna doa iftitah yang menyambung pernyataan Nabi Ibrahim tersebut: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam." Pengakuan atas mutlaknya kekuasaan dan keunggulan Allah yang tak ada yang mampu menandinginya.

Ramalan dan Bencana

Sebagian orang mungkin mempercayai ramalan bencana 5 Mei 2000 lalu. Superkonjungsi, berkelompoknya matahari, bulan, dan lima planet terang lainnya dalam area sempit di langit, diramalkan menyebabkan bencana alam yang hebat, gempa bumi dan banjir besar.
Istilah superkonjungsi dan ramalan seperti itu sepenuhnya berlandaskan nalar astrologi. Superkonjungsi tidak dikenal dalam terminologi astronomi. Astronomi mengenal konjungsi dalam makna dua benda langit tampak segaris bujur. Tidak mungkin terjadi konjungsi yang melibatkan banyak planet atau superkonjungsi.
Astrologi memang mengunakan posisi benda-benda langit untuk meramal nasib manusia, baik dalam konteks pribadi maupun konteks sosial. Ramalan bencana alam atau bencana sosial karena kekhasan posisi planet-planet merupakan salah satu ramalan astrologi.
Namun ada konsekuensi aqidah berkaitan dengan kepercayaan pada ramalan astrologi. Rasulullah menyampaikan peringatan Allah dalam hadits qudsi: “Siapa yang berkata hujan karena bintang ini dan itu maka telah kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang” (HR Bukhari-Muslim).
Allah menegaskan dalam Alquran, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami mengadakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS 57:22). Bencana bukan karena posisi suatu planet atau bintang, tetapi karena sunnatulah, ketentuan Allah.
Sunnatullah yang bukan mu’jizat dapat difahami secara logis, dianalisis secara saintifik, sehingga dapat dirumuskan sebab akibatnya. Apa yang tertulis di lauhul mahfudz tentunya bukan daftar bencana yang bakal terjadi di bumi dan diri manusia. Kalau yang dimaksud daftar bencana, upaya manusia akan sia-sia belaka: tak perlu berhati-hati di jalan raya dan tak perlu melakukan konservasi alam. Tentu bukan itu maksudnya. Tetapi yang tertulis, ketentuan-ketentuan-Nya dalam formulasi sunnatullah.
Sains berupaya mengungkap sunnatullah tersebut, sehingga mitigasi bencana dapat dilakukan. Benda-benda langit mungkin menimbulkan bencana, tetapi bukan seperti argumentasi astrologi. Sains mengkaji gaya pasang surutnya, radiasinya, pancaran partikelnya, atau kemungkinan gangguan orbitnya yang bisa mengancam bumi.
Banjir diteliti apa sebabnya dan bagaimana seharusnya diatasi. Kekeringan, tanah longsor, kelaparan, wabah penyakit, sampai gempa bumi dan gunung meletus memungkinkan untuk dikaji sebab dan akibatnya. Kalau pun tidak dapat dicegah bencananya, setidaknya diminimalisasi dampaknya. Hasil kajian ilmiah tentang kemungkinan bencana bukan ramalan, tetapi prakiraan yang didasari alasan-alasan logis.
Alam hanya mengikuti hukum yang telah ditentukan Allah (QS 22:18). Ulah manusia yang mengganggu keseimbangan alam bisa menyebabkan bencana (QS 30:41). Pemanasan kota (’heat island’, terjadi juga di Jakarta) dan pemanasan global tidak lepas dari kontribusi gas buang kendaraan bermotor. Banjir, kekeringan, dan tanah longsor bukan semata-mata berkait dengan curah hujan, tetapi juga karena tidak terkontrolnya resapan air.  Penyakit mewabah bisa karena sampah, kebocoran limbah cair, atau polusi udara.
Egoisme manusia yang mementingkan kenyamanan diri kadang melupakan kondisi lingkungan. Pernahkah kita berfikir, jangan-jangan diri kita telah menjadi bagian egoisme manusia yang dampak bencananya jauh lebih besar daripada ramalan bencana superkonjungsi? Bencana antropogenik (dari manusia) bisa lebih hebat daripada bencana kosmogenik (dari alam semesta).

Rabu, 25 April 2012

Pelangi


Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa.... (QS 49:13).


Pelangi atau bianglala adalah gejala optik dan meteorologi berupa cahaya beraneka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya. Di langit, pelangi tampak sebagai busur atau lengkungan cahaya yang ujungnya mengarah ke horison, biasanya terjadi  saat hujan gerimis. Pelangi juga dapat terlihat di sekitar air terjun yang deras.

Pelangi tidak lain adalah busur spektrum besar yang terjadi karena pembiasan cahaya matahari oleh butir-butir air. Ketika cahaya matahari melewati butiran air, ia membias seperti ketika melalui prisma kaca. Jadi di dalam tetesan air, kita sudah mendapatkan warna yang berbeda memanjang dari satu sisi ke sisi tetesan air lainnya. Beberapa dari cahaya berwarna ini kemudian dipantulkan dari sisi yang jauh pada tetesan air, kembali dan keluar lagi dari tetesan air.
Pelangi hanya dapat dilihat saat hujan bersamaan dengan matahari bersinar, tapi dari sisi yang berlawanan dengan si pengamat. Posisi si pengamat harus berada di antara matahari dan tetesan air dengan matahari dibekalang orang tersebut. Matahari, mata si pengamat dan pusat busur pelangi harus berada dalam satu garis lurus.

Cahaya matahari adalah cahaya polikromatik (terdiri dari banyak warna). Warna putih cahaya matahari sebenarnya adalah gabungan dari berbagai cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Mata manusia sanggup mencerap paling tidak tujuh warna yang dikandung cahaya matahari, yang akan terlihat pada pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Panjang gelombang cahaya ini membentuk pita garis-garis paralel, tiap warna bernuansa dengan warna di sebelahnya. Pita ini disebut spektrum. Di dalam spektrum, garis merah selalu berada pada salah satu sisi dan biru serta ungu di sisi lain, dan ini ditentukan oleh perbedaan panjang gelombang.



Dari segi spektrum energinya, komponen cahaya matahari yang paling kuat adalah cahaya kuning. Tetapi hal itu tidak menjadikan seluruh alam jadi tampak kuning. Masing-masing komponen warna punya perannya masing-masing untuk menunjukkan keindahan alam raya. Ketika bersatu dalam satu berkas cahaya, kita tidak mengenali bahwa cahaya matahari sesungguhnya terdiri dari banyak komponen. Semuanya tampak menyatu. Pelangi menunjukkan keberagaman komponen cahaya matahari dalam keharmonisan dan keindahan.
Pelangi dan cahaya matahari adalah suatu pelajaran tentang persatuan yang hakiki. Karakteristik masing-masing komponen tidak harus ditonjolkan, dihilangkan, atau diseragamkan, karena keanekaragaman adalah suatu kekayaan.  Masing-masing komponen punya peran dan keunggulan tersendiri. Kekuatan mayoritas pun tidak boleh memaksakan atau mendominasi.


Allah menciptakan manusia berkelompok-kelompok . Dengan ciri khasnya masing-masing, anggota kelompok bisa saling mengenal lebih dekat karena kemiripan tradisi, visi, dan misi mereka. Masing-masing kelompok punya karakteristik yang tidak harus dibaurkan atau diseragamkan demi persatuan. Berbangsa-bangsa dan berkelompok-berkelompok itu agar saling mengenal dalam kelompok kecil tersebut, bukan untuk berpecah dengan kelompok lain. Bukan untuk membanggakan kelompoknya atau merendahkan lainnya, sebagaimana firman-Nya  dalam QS 49:13 
Bersuku-suku, berpartai-partai, atau berkelompok-kelompok adalah sunatullah. Biarlah ada suku Alif, Ba, atau Ta. Biarlah ada partai Kaf, Lam, atau Mim. Biarlah ada ormas A, B, atau C. Keanekaragamannya seindah pelangi. Tetapi harus bersatu dalam memperjuangkan tegaknya agama Allah,  semua menyatu seperti seberkas cahaya matahari yang cemerlang.


Tidak ada suku, partai, golongan atau kelompok yang merasa paling unggul, paling kokoh, paling hebat, paling berjasa, paling banyak pendukungnya, paling reformis, atau paling baik sambil merendahkan golongan lainnya. Padahal  kelompok yang direndahkan mungkin saja lebih baik (QS 49:11). Sesungguhnya hanyalah Allah yang paling tahu keunggulan hakiki, yaitu siapa yang paling baik ketaqwaannya (QS 49:13).
Persatuan adalah wujud keharmonisan masing-masing komponen yang menerima perbedaan sebagai suatu kekayaan yang memperindah kehidupan. Menyeragamkan sering menghasilkan persatuan yang semu. Ibarat pelangi, perbedaan warna muncul hanya untuk menunjukkan keindahan, bukan untuk bercerai berai.

Selasa, 24 April 2012

TABARRUJ DALAM PANDANGAN ISLAM


 
MUKADDIMAH
Islam adalah agama yang diyakini sebagai agama yang sesuai dengan fitrah dan kecenderungan manusia (QS. Ar-Rum: 30) dan juga  agama yang mengedepankan kemudahan. Banyak petunjuk dan praktek Rasulullah SAW yang menunjukkan bagaimana beliau sangat memperhatikan dan menganjurkan kemudahan beragama (QS Al-Baqarah:185 & QS Al-Hajj:78). Itu semua disebabkan ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW tidak bertujuan kecuali membawa rahmat untuk sekalian alam (QS al-Anbiya:107)
Akan tetapi rahmat dan kemudahan seringkali tidak dirasakan bahkan boleh jadi ditutupi atau tertutupi oleh kaum muslimin sendiri akibat pemahaman dan penerapan mereka yang tidak tepat terhadap ajaran Islam, sebagaimana dinyatakan Syekh Muhammad Abduh:  اَلاِسْلاَمُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ artinya: “(Pesona ajaran) Islam tertutupi oleh kaum muslimin”. Hal ini hendaknya menjadi tanggungjawab umat Islam khususnya kelompok agamawan untuk menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam secara utuh kepada masyarakat. Salah satunya adalah masalah yang berkenaan dengan tabarruj  terutama bagi kaum perempuan yang merupakan persoalan sehari-hari agar tidak memiliki keyakinan dan pemahaman yang salah atau bahkan berlebihan. Membicarakan tabarruj sangat erat kaitannya dengan perempuan, dan membicarakan perempuan erat kaitannya dengan keindahan dan kecantikan.
Melalui buku kecil ini, dalam rangka mengantarkan pernikahan putra-putri kami Laras Santoso dengan Muhammad Edwin Khadafi sekaligus menyampaikan rasa tanggung jawab dan peduli, kami mencoba membahas alakadarnya tentang bagaimana perempuan harus tetap indah dan cantik sekaligus mendapat ridlo Allah SWT melalui ketaatannya terhadap aturan-aturanNya, karena Allah suka dengan keindahan. Selain itu berupaya mengasah kecerdasan beragama sebagai seorang  muslim/ah yang merupakan wajib ain  untuk mempelajari dan memahaminya yang tidak bisa cukup diwakilkan kepada sekelompok orang.


Garut, 29 Muharram 1433 H/ 25 Desember 2011 M
Muhammad Iqbal Santoso & Ai Nurjannah



DEFINISI TABARRUJ
1.   Pengertian “Tabarruj
a. menurut  bahasa berasal dari kata baraja yang berarti nampak dan meninggi, kemudian dapat dipahami juga dengan arti “jelas dan terbuka”. Dibangun dari kata tersebut lafad buruj  memiliki arti benteng atau bangunan yang  tinggi.
b. menurut  istilah berarti menampakkan sesuatu  yang semestinya tidak ditampakkan maksud “sesuatu” disini dalam arti sikap atau tingkah laku

Menurut Imam Ibnu Mandzur, dalam Lisaan al-’Arab menyatakan: al-tabarruj:  idzhaar al-mar`ah ziinatahaa wa mahaasinahaa li al-rijaal”. Tabarruj adalah seorang perempuan yang “menampakkan perhiasan dan anggota tubuh untuk menarik perhatian laki-laki non muhrim.”
Sedangkan menurut al-Zujaj: tabarruj adalah “menampakkan perhiasan dan semua hal yang bisa merangsang syahwat laki-laki.”
2.   Jenis  Tabarruj
a. Tabarruj Khilqiyyah, yaitu tabarruj fisik yang sifatnya melekat pada diri seseorang,  yakni menampakkan perhiasan fisik pada bagian-bagian tertentu yang tidak boleh ditampakkan  seperti memperlihatkan rambut, kulit, kaki, dll
b.   Tabarruj Muktasabah, yaitu tabarruj yang diupayakan (rekayasa) yakni menampakkan perhiasan yang dibuat atau diciptakan/direkayasa manusia dalam rangka menghias dirinya seperti mode pakaian, perhiasan (cincin, anting, kalung, gelang), ber-make-up dll.

3.   Hukum Tabarruj
Dalil-dalil yang berkaitan dengan tabarruj didapatkan dalam Al-Qur’an pada dua ayat, keduanya menerangkan tentang larangan tabarruj, yaitu:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu...” (QS al-Ahzab:33)

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua (yang telah terhenti haid) yang tidak bermaksud menikah lagi maka tidak menjadi dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan menjaga diri adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” (QS an-Nur: 60)

Larangan tabarruj pada surat al-Ahzab dikhususkan untuk istri-istri Nabi saja, sedangkan dalam surat an-Nur adalah larangan untuk seluruh kaum perempuan lainnya. Konteks pada ayat pertama berupa larangan langsung sedang pada ayat kedua berupa kalimat pernyataan (khobariyah) akan tetapi memiliki  konotasi yang sama yaitu  melarang melakukan suatu perbuatan.
Dalil-dalil al-hadits yang berkaitan dengan tabarruj selalu dikaitkan dengan peringatan-peringatan keras bahkan ancaman langsung dari Allah dan Rasulullah manakala manusia tidak menaati aturan tersebut sebagaimana akan dijelaskan pada buku ini di bagian lain.
Hal ini menunjukkan bahwa tabarruj itu dilarang dan hukum larangan tersebut adalah haram mengingat ancaman keras tersebut, selain mengacu pada kaidah ushul fiqh:
اَلأَصْلُ فِي النَّهْيِ للتَّحْرِيْم  
 “Asal pada sesuatu larangan menunjukkan haram”

Jika larangan tabarruj pada QS al-Ahzab ditujukan kepada perempuan yang sudah menopause, maka dapat dipahami jika wanita-wanita tua yang telah menopause saja dilarang melakukan tabarruj, lebih-lebih lagi wanita-wanita muda dan masih punya keinginan nikah.
Permasalahan hukum tabarruj adalah berbeda dengan hukum menutup aurat dan hukum wanita mengenakan kerudung dan jilbab.  Walaupun seorang wanita telah berbusana muslimah dan menutup aurat, na­mun tidak menutup kemungkinan ia masih melakukan tabarruj.



HAL-HAL YANG  TERMASUK  TABARRUJ
Tabarruj ada dan terjadi sejak  manusia ada dalam sejarah. Tabarruj merupakan gambaran dan hasil budaya manusia yang masing-masing zaman memiliki perkembangannya sendiri bahkan cenderung bergeser dari waktu ke waktu.
Islam menjelaskan tabarruj secara normatif dalam al-Qur’an dan juga secara realita yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW   dan masa-masa sebelumnya. Realita itulah yang diangkat dalam dalil-dalil al-hadits untuk menjelaskan bagaimana praktek tabarruj yang dimaksud, meskipun tidak menutup kemungkinan jenis tabarruj akan berbeda dari masa ke masa atau mungkin ada hal-hal yang sama dan mirip.
Akan tetapi dalil yang ada akan memberikan gambaran kepada umat perbuatan yang tergolongkan tabarruj untuk dijadikan tolok ukur dan acuan walau zaman terus berubah, diantaranya adalah sebagai berikut:


1.   Memamerkan aurat
Anggota tubuh perempuan seluruhnya tidak boleh diperlihatkan kepada yang bukan muhrimnya kecuali dua hal saja yakni wajah dan telapak tangan saja (termasuk bagian dalam dan luarnya), atau sampai batas telapak tangan. Adapun penjelasan pengecualian anggota tubuh yang boleh diperlihatkan atau tabarruj, Nabi SAW menjelaskannya secara global kemudian dibuatkan batasan dengan bahasa isyarat hal ini untuk lebih sampainya pesan dengan menunjukklan anggota tubuh yang dimaksud, yaitu
وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya.”
(QS an-Nur: 31)

Dan hadits Nabi Saw.
عَنْ عَائِشَةَ ر.ع أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ اَبِيْ بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَي رَسُوْلِ اللهِ ص وَعَليْهَا ثِيِابٌ رِقَاٌقٌ فَاَعْرَضَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللهِ ص وَقَالَ: يَا اَسْمَاْءَ اِنَّ الْمَرْأَةَ اِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْتُحْ أَنْ يُرَي اِلاَّ هَذَا وَ هذَا وَاَشَارَ اِلَي وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Dari ‘Aisyah r.a:Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Rosulullah dengan memakai pakaian tipis. Lalu Rasulullah berpaling darinya dan bersabda: Hai Asma! sesungguhnya saeorang wanita yang sudah balig tidak boleh terlihat auratnya kecuali ini dan ini dan Nabi SAW berisyarat menunjuk ke wajah dan telapak tangannya.” (HSR Abu Dawud)

Dalil di atas menjelaskan bolehnya tabarruj khilqiyah yakni memperlihatkan dua jenis anggota tubuh (wajah dan telapak tangan), dan juga sekaligus menjelaskan bolehnya tabarruj muktasabah yakni memperlihatkan diri dengan merias wajah serta memakai dan memperlihatkan perhiasan (mis. cincin) sebagaimana diperjelas oleh keterangan hadits Nabi Saw:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: وَالزِيْنَةُ الظّاهِرَةُ: الوَجْهُ وَ كَحْلُ العَيْنِ وَ حِضَابُ الكَفِّ وَالخَاتَمُ
“ Dari Ibnu Abbas berkata: perhiasan yang tampak itu adalah; muka, cela mata, bekas pacar di pergelangan tangan dan cincin.” (At-Thobari)



2.   Meliuk-liukkan tubuh, menggoyang-goyangkan kepala dan  mengenakan pakaian tipis dan ketat 
Meliuk-liukkan dan mengoyang-goyangkan tubuh merupakan bagian dari tabarruj meski tubuhnya terbungkus dengan pakaian, misalnya menari atau  berjalan berlenggok-lenggok  dengan tujuan mencari perhatian terutama dari lawan jenisnya.
Selain itu, mengenakan pakaian tipis, atau memakai busana ketat dan merangsang termasuk dalam kategori tabarruj.  Untuk kedua jenis perbuatan ini Nabi Saw bersabda:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رع قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص صِنْفَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمُ مَعَهُ سِيَاطٌ كَاَذْنَابِ البَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّا سَ وَنِسَآءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوْسُهُنَّ كَاَسْنِمَةِ البُحْتِ الْمَائِلَةِ لاَيَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ ولاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَاِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا -مسلم-
“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah bersabda: Dua golongan dari ahli neraka aku belum pernah melihatnya yaitu; orang-orang yang membawa cambuk seperti ekor sapi mereka memukul manusia dengannya dan perempuan yang memakai pakaian hampir telanjang dengan mengoyang-goyangkan pinggulnya, berlenggok-lenggok kepalanya seperti tengguk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan memperoleh harumnya. Dan sesungguhnya harumnya surga dapat dicium dari jarak sekian dan sekian (jarak yang sangat jauh).” (Hadits Shahih Riwayat  Muslim)

Ketika menafsirkanmutabarrijaat” yang terdapat di dalam surat al-Nur ayat 60, Imam Ibnu al-’Arabiy menyatakan;
“Termasuk tabarruj, seorang wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnyaInilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW yang terdapat di dalam hadits shahih di atas, sebab yang menjadikan seorang wanita telanjang adalah karena pakaiannya  dan ia disebut telanjang karena pakaian tipis yang ia kenakan.  Jika pakaiannya tipis, maka ia bisa menyingkap dirinya, dan ini adalah haram.”

3.   Mengenakan wewangian mencolok
Nabi saw bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
Siapapun wanita yang memakai wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina.” (HR. Imam al-Nasaaiy)

Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi saw bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
“Siapa saja wanita yang mengenakan bakhur (wewangian), janganlah dia menghadiri shalat ‘Isya yang terakhir bersama kami.” (HR. Muslim)

Menurut Ibnu Abi Najih, wanita yang keluar rumah dengan memakai wangi-wangian termasuk dalam kategori tabarruj. Oleh ka­rena itu, seorang wanita mukminat dilarang keluar rumah atau berada di antara laki-laki dengan mengenakan wewangian yang dominan baunya.
Adapun sifat wewangian bagi wanita mukminat adalah tidak kentara baunya dan mencolok warnanya.   Ketentuan semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
أَلَا وَطِيبُ الرِّجَالِ رِيحٌ لَا لَوْنَ لَهُ أَلَا وَطِيبُ النِّسَاءِ لَوْنٌ لَا رِيحَ لَهُ
“Ketahuilah, parfum pria adalah yang tercium baunya, dan tidak terlihat warnanya.  Sedangkan parfum wanita ada­lah yang tampak warnanya dan tidak tercium baunya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud)


4.   Menyambung rambut
Menyambung rambut dapat dilakukan dengan cara memasang sanggul buatan atau memakai rambut palsu atau cara lainnya dengan tujuan menarik perhatian juga termasuk tabarruj. Dan Allah mengingatkan perbuatan tersebut dengan laknatnya. Laknat adalah menjauhkannya Allah dari  kasih sayang kepada seseorang. Hadits tersebut adalah:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رع عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ )البخاري(
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW bersabda: Allah telah melaknat wanita yang memakai cemara (rambut palsu) dan wanita yang minta dipakaikan cemara dan wanita yang mentato (mencacah) dan yang minta ditato.” (HSR Bukhori).

5.   Tatto, mencabut rambut dahi, menjarangkan gigi
Membuat tatto, mencabut bulu dahi (termasuk  bulu alis), dan menjarangkan atau meratakan gigi yang semuanya bertujuan untuk mempercantik diri dan sekaligus menarik perhatian yang lainnya terutama lawan jenis. Perbuatan-perbuatan di atas termasuk tabarruj yang juga mendapat laknat Allah SWT sebagaimana Nabi SAW bersabda dalam hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ: لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ...
Dari Abdullah: ”Allah telah melaknat wanita yang minta ditato dan wanita yang minta dicabut rambut dahinya dan yang menjarangkan giginya supaya cantik... (HSR Bukhori)


6.   Israf  atau berlebihan dalam berpakaian atau berdandan
Berpakaian merupakan salah satu upaya agar dapat tampil cantik, dan menawan. karena salah satu fungsi pakaian adalah sebagai perhiasan,  sesuai dengan Firman Allah  dalam  Al Quran:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah Menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.

Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan bahwa fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat dan perhiasan. Pakaian terbaik adalah “pakaian taqwa”, yaitu pakaian yang dapat “menjaga dan melindungi” pemakainya dari berbagai gangguan yang merugikan dirinya di dunia dan akhirat, yaitu menjaga pemakainya dari adzab dan murka Allah swt.
Berpakain secara berlebihan misalnya menjulurkan/memanjangkan pakaian sampai menyapu lantai atau mode pakaian yang dianggap berlebih menurut pertimbangan akal dan nurani manusia atau melebihi ukuran biasa (tradisi setempat), dan berdandan atau merias wajah secara berlebihan (menor) itu juga termasuk bagian tabarruj.
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا اِنَّهُ لاَ يُحِبٌّ الْمُسْرِفِيْنَ
Hai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap kali shalat,makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS al-A’raf:31)

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
Janganlah mereka memukul-mukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS Al-Nuur:31)

Oleh karena itu, berpakaian walaupun menutup aurat, tetapi berlebihan, atau busananya ketat dan merangsang karena untuk menarik perhatian seperti yang dijelaskan di atas, adalah tabarruj dan dilarang (haram).


DAMPAK NEGATIF TABARRUJ
1.   Tabarruj dapat mengubah kecenderungan kaum Muslim dari kecenderungan untuk senantiasa menjaga dan menahan pandangan menjadi kecenderungan untuk memuja hawa nafsu dan hasrat seksual.  Akibatnya, laki-laki dan wanita mulai berlomba-lomba untuk menarik lawan jenisnya, dengan mengenakan pakaian dan perhiasan yang dapat memberi pengaruh antara satu dengan lainnya. Mereka juga menyibukkan diri dengan urusan mempercantik diri dan menarik perhatian maupun memikat lawan jenisnya.  Sehingga, banyak orang terjatuh pada hubungan-hubungan lawan jenis yang dilarang oleh syariat Islam, misalnya, pa­caran, berkhalwat, perseling­kuhan, perzi­naan, dan sejenisnya.
2.   Tabarruj bisa mengubah paradigma hubungan laki-laki dan wanita di dalam Is­lam; yaitu, hubungan yang didasarkan pada prinsip ketakwaan menjadi hubungan yang didasarkan pada pemenuhan daya tarik fisik maupun kebutuhan biologis semata.
3.   Tabarruj juga akan melemahkan kaum Mus­lim dari upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah swt.  Dengan kata lain, tabarruj akan mele­mahkan se­mangat kaum Muslim untuk menegak­kan hukum-hukum Allah, serta upaya untuk men­dakwahkan Islam baik dengan propaganda mau­pun jihad.


 
KHATIMAH
Berdasarkan pemahaman tabarruj yang disertai dalil-dalil di atas, maka tindakan tabarruj seorang wanita dalam hukum syara’ adalah setiap upaya mengenakan perhiasaan atau menampakkan perhiasaan dan kecantikannya yang dapat mengundang pandangan laki-laki non muhrim untuk memperhatikan dirinya (idzhaar al-ziinah wa al-mahaasin li al-ajaanib). Sedangkan berhiasnya seorang isteri di hadapan suaminya atau berdandannya seorang isteri ketika ada di rumah, adalah tindakan yang diperbolehkan tanpa ada khilaf   (perbedaan pendapat).
Tabarruj adalah perbuatan haram dan berba­haya bagi kehidupan kaum muslim. Sudah seharusnya setiap muslimah memahami makna tabarruj ini, sehingga mereka dapat memper­hatikan pakaian, perhiasan, parfum, gaya ber­jalan (sikap tubuh), asesoris yang mereka gunakan pada pakaian mereka agar tidak me­malingkan laki-laki dan mengundang pan­dangan laki-laki non muhrim kepada dirinya. Karena jika hal tersebut mereka lakukan, maka perbuatan tersebut termasuk tabarruj.
Semoga buku kecil ini dapat memberikan gambaran dan pencerahan terhadap pemahaman syari’at Allah dan termotivasi untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Akhirnya kita memohon kepada Allah agar kita diberi kekuatan, kemampuan, kesabaran untuk dapat dapat menaati aturan ciptaan Allah ini. Kekhususan aturan menyangkut perempuan  yang dibedakan dengan kaum lelaki ini semakin memberi keyakinan yang kuat betapa ajaran Islam menjunjung tinggi dan melindungi kaum perempuan. Bukan malah sebaliknya, sebagaimana anggapan sekelompok masyarakat yang menganggap wanita sebagai makhluk yang hina. Keyakinan ini harus tumbuh dalam diri umat Islam, sebagai wujud keyakinan akan “Adil”nya Allah SWT  yang difirmankan dalam QS Ali-Imran:18
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ
Allah Menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Maksudnya bahwa keyakinan atau kesaksian yang agung dari umat manusia berilmu adalah meyakini bahwa Allah itu berdiri atau membuat aturan dan berkehendak dengan Qisti  artinya seimbang atau adil dan pada tempatnya.

Wallahu a’lamu bish-shawab.
Garut, Muharram 1433 H/ Desember 2011