Jumat, 07 Desember 2012

Perbedaan pada Almanak 1434H - 2013M


Perbedaan pada Almanak 1434H*
Mohammad Iqbal Santoso

Dewan Hisab dan Rukyat PP Persis telah menetapkan Almanak 1434H/2013M, yang insyaAllah akan diterbitkan oleh majalah Risalah. Penyusunan Almanak tersebut mengacu pada hisab imkanurrukyat dengan kriteria Astronomis yang telah diputuskan dalam Keputusan Bersama Dewan Hisab Rukyat dan Dewan Hisbah Persis 31 Maret 2012 yang lalu. Setelah menerima masukan dan pendapat dari Ketum PP Persis dan beberapa anggota Dewan Hisbah, maka pada hari Sabtu, 28 Syawwal 1433H (15 September 2012) pada sidang terbatas Dewan Hisbah dan Dewan Hisab dan Rukyat telah ditetapkan Keputusan Bersama DHR dan Dewan Hisbah PP Persis tentang Almanak Islam 1434 H

Persis telah memutuskan bahwa penetapan awal bulan hijriyyah menggunakan hisab imkanurrukyat dengan kriteria astronomi, yaitu kriteria yang didasarkan pada prinsip visibilitas hilal yang ilmiah dan teruji. Kriteria tersebut dirumuskan berdasarkan data hasil pengamatan empirik penampakan hilal yang dihimpun dari berbagai lembaga yang kompeten. Hisab imkanurrukyat kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal bulan hijriyyah ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: Beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan Jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6.4 derajat.

Konsekwensi penggunaan hisab imkanurrukyat kriteria Astronomis tersebut maka Almanak Persis 1434H/2013M (pada beberapa bulan tertentu) diperkirakan akan berbeda dengan kalender Muhamadiyah yang menggunakan hisab wujudul-hilal serta berbeda pula dengan kalender Pemerintah yang menggunakan kriteria MABIMS. Berdasarkan perhitungan DHR Persis pada tahun 1434H/2013M ada 3 (tiga) bulan yang akan berbeda dengan kalender Pemerintah yaitu awal bulan Rajab1434 (Mei 2013), Dzulhijjah 1434 (Oktober 2013) serta Shaffar 1435H (Desember 2013) untuk ketiga bulan tersebut awal bulannya berbeda sehari setelah kalender Pemerintah (kemenag). Perbedaan pada bulan Rojab 1434H dan Shoffar 1435H pengaruhnya tidak akan terlalu dirasakan ummat, tetapi potensi perbedaan awal bulan Dzulhijjah 1434/2013 yang akan datang akan berakibat pada perbedaan pelaksanaan shalat Idul Adha 1434H antara Persis dan Pemerintah, sehingga bisa jadi isu nasional.

Berikut data Almanak 1434-2013 yang berpotensi berbeda:
Awal Bulan
Pemerintah
Muhamadiyah
PERSIS
ketr
Shaffar 1434H
Sabtu, 15 Des 2012
Jum’at, 14 Des 2012
Sabtu, 15 Des 2012
0˚<h<1˚
Rajab 1434
Sabtu, 11 Mei 2013
Sabtu, 11 Mei 2013
Ahad, 12 Mei 2013
h> 3˚; E < 6.4˚
Ramadhan 1434
Rabu, 10 Juli 2013
Selasa, 9 Juli 2013
Rabu, 10 Juli 2013
0˚<h<1˚
Dzulhijjah 1434
Ahad, 6 Okt. 2013
Ahad, 6 Okt. 2013
Senin, 7 Okt. 2013
h> 3˚; E < 6.4˚
Idul Adha 1434
Selasa, 15 Okt. 2013
Selasa, 15 Okt. 2013
Rabu, 16 Okt 2013

Shaffar 1435H
Rabu, 4 Des. 2013
Rabu, 4 Des. 2013
Kamis, 5 Des. 2013
h> 4˚ ; E < 6.4˚
Keterangan: Kriteria Hisab imkan rukyat pemerintah/MABIMS: h> 2˚; Kriteria wujudul hilal Muhamadiyah h> 0˚ & Kriteria Hisab imkan rukyat Persatuan Islam h>4˚ dan e>6,4˚
Perbedaan awal bulan Shaffar dan Rajab tidak terlalu berpengaruh/terasa, tetapi perbedaan awal Ramadhan dan Idul Adha dampaknya akan sangat dirasakan ummat. Untuk awal Ramadhan 1434 walaupun berbeda dengan Muhamadiyah almanak Persis insyaAllah akan sama dengan Pemerintah dan mayoritas ummat Islam lainnya karena walaupun ada yang melaporkan “melihat” hilal, kesaksian hilal tersebut insyaAllah tidak akan diakui oleh Pemerintah dan juga NU, karena tidak rasional (bertentangan dengan kriteria MABIMS)
Untuk penetapan Idul Adha 1434H, data bulan menjelang Dzulhijjah adalah sebagai berikut: ijtima terjadi Sabtu, 5 Oktober 2013 jam 07.35 WIB saat magrib di wilayah Indonesia tinggi hilal lebih 3˚tetapi kurang dari 4˚ (3˚< t <4˚) dan Elongasi atau jarak busur matahari-bulan lebih dari 5˚ dan kurang dari 6˚ (5˚< E <6˚). Berdasarkan data tersebut  Muhamadiyah akan menetapkan Idul Adha Selasa, 15 Oktober 2013, dan Persis Rabu, 16 Oktober 2013. Sedangkan  NU dan Pemerintah tergantung pada hasil Rukyat, jika ada laporan kesaksian hilal, maka NU dan Pemerintah (jika menerima laporan tersebut) akan menetapkan Idul Adha sama dengan Muhamadiyah Selasa 15 Oktober 2013. Tetapi jika tidak ada kesaksian hilal atau menolak kesaksian Rukyat maka NU dan Pemerintah akan menetapkan Idul Adha sama dengan Persis, yaitu Rabu, 16 Oktober 2013.
Menurut kriteria astronomi yang dianut Persis posisi bulan akhir Dzulqadah 1434H yang akan datang (walau berada di atas ufuk) tidak mungkin terlihat sebagai hilal, sehingga jika ada yang bersaksi melihat hilal, kesaksian tersebut wajib ditolak. Persis mungkin saja menerima kesaksian rukyat jika kesaksian rukyat tersebut disertai bukti autentik (disertai rekaman/foto hilal yang dilengkapi data astronomisnya)
Yang harus diantisipasi karena perbedaan Idul Adha 1434 yang akan datang, adalah berkenaan dengan tempat shalat Idul Adha yang dikelola Jam’iyyah yang menggunakan lapangan milik instansi pemerintah/swasta yang liburnya berbeda, karena akan bermasalah jika melaksanakan shalat Idul Adha saat kantor pemerintah/swasta tersebut tidak libur, sehingga perlu disiapkan tempat shalat Id cadangan yang tidak mengganggu.
Karena diperkirakan ada potensi perbedaan tersebut di atas, untuk kesatuan dan keutuhan jam’iyyah maka bagi segenap unsur/badan/lembada di lingkungan jam’iyyah Persis yang bermaksud menerbitkan kalender/almanak 1434H/2013M, dapat berkonsultasi dan meminta naskahnya kepada DHR Persis atau Bidgar Kominfo PP Persis. (DHR PP Persis juga melayani konsultasi arah Qiblat Masjid/musholla dan jadwal Shalat untuk seluruh wilayah)

* diterbitkan pada Majalah Risalah Dzulhijjah 1434/Nopember 2012

Tidak disyariatkanShalat Gerhana Penumbra


T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN
Anggota Badan Hisab Rukyat, Kemenag RI
Gerhana Penumbra 28 Nov 2012
Tuntutan Majelis Tarjih Muhammadiyah untuk melaksanakan shalat gerhana bulan penumbra 28 November 2012 lalu (http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2041-detail-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan.html) saya anggap tidak ada dalil syar’i yang melandasinya. Hal ini menjadi bahan diskusi di milis Muhammadiyah_Society@yahoogroups.com.
Perlu diketahui terlebih dahulu beberapa definisi berikut ini: Gerhana bulan penumbra adalah ketika bulan purnama tertutup oleh bayangan sekunder bumi, sehingga purnama hanya sedikit meredup. Orang awam tidak bisa mengenali gerhana bulan penumbra ini, karena cahaya purnama tidak jelas tergelapi (lihat foto di atas). Gerhana bulan umbra adalah gerhana bulan yang biasa kita lihat, ketika bulan tergelapi oleh bayangan primer bumi. Pada saat gerhana bulan umbra, purnama akan tampak gelap sebagian atau seluruhnya. Gerhana matahari terjadi ketika bulan menghalangi matahari, baik sebagian maupun secara total. Namun tidak seluruh wilayah di bumi bisa melihatnya, hanya wilayah tertentu yang bisa melihat gerhana matahari.
Dengan merujuk pada dalil-dalil yang juga difatwakan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) berikut ini catatan saya terkait dengan shalat gerhana bulan penumbra dan ditambah catatan tentang shalat gerhana matahari yang tak tampak
1.    Berdasarkan dalil-dalil fikih, shalat gerhana dilaksanakan bila gerhana terlihat. Baca fatwa MTT: http://www.fatwatarjih.com/2011/06/shalat-gerhana.html . Ini kutipannya:
“Dalam hadis ini digunakan kata “idz” (إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan waktu), sehingga arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu.”
2.    MTT Muhammadiyah mengedarkan tuntunan shalat gerhana bulan 10 Desember 2011, tetapi tidak menganjurkan shalat gerhana saat fase penumbra. Ini konsisten dengan fatwa MTT bahwa “Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu.” (Lihat: http://www.muhammadiyah.or.id/news-659-detail-release-dan-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan-besok.html ). Ini kutipannya:
Adapun data gerhana selengkapnya adalah sebagai berikut:
Gerhana Penumbra mulai              : 18.34 WIB
Gerhana Umbra mulai                    : 19.45 WIB
Gerhana Total mulai                        : 21.06 WIB
Tengah Gerhana                                 : 21.32 WIB
Gerhana Total berakhir                   : 21.58 WIB
Gerhana Umbra berakhir               : 23.18 WIB
Gerhana Penumbra berakhir        : 24.30 WIB
Perlu kami sampaikan bahwa pada momen awal gerhana Penumbra merupakan awal gerhana (18.34 WIB), namun tidak mudah dibedakan dengan Bulan Purnama. Mata manusia mulai mudah mengenal gerhana pada momen gerhana umbra, bagian Bulan di kawasan umbra Bumi akan terlihat hitam, karena sorot cahaya matahari Matahari ke Bulan 100% tertutup oleh planet Bumi.
Sehubungan dengan hal di atas, kami menyarankan agar warga Muhammadiyah yang hendak menunaikan salat gerhana dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir (19.45 s.d. 23.18 WIB).
3.   Tuntunan shalat gerhana penumbra 28 November 2012 didasarkan pada “ketidakjelasan pijakan dan salah copas”. (http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2041-detail-tuntunan-majelis-tarjih-terkait-gerhana-bulan.html ). Kalau pada gerhana 10 Desember 2011 fase penumbra tidak dianjurkan shalat, tetapi pada 28 November dianjurkan shalat pada fase umbra, tetapi waktunya adalah fase penumbra. Ini kutipan rancunya:
Adapun data gerhana selengkapnya adalah sebagai berikut:
Gerhana Panumbra mulai (P1) : 12h 12,6m UT = 19j 12,6m WIB
Puncak Gerhana : 14h 33,0m UT = 21j 33,0m WIB
Gerhana Panumbra berakhir (P4) : 16h 53,3m UT = 23j 53,3m WIB
Mulai Gerhana    : 19.12 WIB
Puncak Gerhana : 21.33 WIB
Akhir Gerhana    : 23.53 WIB
Sehubungan dengan hal di atas, kami menyarankan agar warga Muhammadiyah yang hendak menunaikan salat gerhana dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir (19.12 s.d. 23.53 WIB).
Pernyataan “… dapat memilih waktu pada momen gerhana Umbra mulai sampai dengan momen gerhana Umbra berakhir …” merupakan copas tuntunan yang benar saat gerhana umbra 10 Desember 2011, namun dirancukan dengan waktu gerhana penumbra “(19.12 s.d. 23.53 WIB)”.
Gerhana bulan penumbra merupakan gerhana yang tak tampak, sehingga tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana penumbra. Demikian pula gerhana matahari yang tak tampak, karena bayangan bulan tidak mengenai daerah tersebut. Misalnya, gerhana matahari 14 November 2012 hanya dapat di amati di wilayah Timur Indonesia, Asia Timur, dan Pasifik. Di Indsonesia Barat tidak dapat mengamatinya, sehingga tidak disyariatkan shalat gerhana di Indonesa Barat. Jadi, walau pun terjadi gerhana, tetapi tidak teramati karena posisi tempat yang tidak memungkinkan melihat gerhana, maka tidak disyariatkan shalat gerhana.
Bagaimana kalau secara astronomis gerhana diperhitungkan teramati di suatu wilayah, tetapi kemudian mendung atau hujan? Banyak yang berpendapat dan sudah sering dilaksanakan di banyak masjid, shalat gerhana tetap dilaksanakan. Prinsipnya sama dengan penentuan awal bulan qamariyah, bahwa imkan rukyat atau kemungkinan visibilitas bisa menjadi dasar untuk menetapkan waktu ibadah. Ketika secara astronomis hilal mungkin dirukyat, fajar mungkin tampak, atau gerhana mungkin terlihat, maka saat itulah waktu ibadah sudah bisa ditentukan, baik nyata terlihat maupun terhalang mendung.